Keputusan dari pria berdarah Afrika ini menjadi mualaf merupakan perkara yang berat. Saat itu, ia menjadi bagian dari tim basket perguruan tinggi terbaik di Amerika, yakni UCLA. Ia tengah berada di puncak tertinggi karier sebagai pemain basket. Ia begitu terkenal dan selalu menjadi sorotan media.
Dan pada saat bersamaan, ia juga sedang berusaha untuk mempertahankan studinya.
Akan tetapi, pria 68 tahun ini, meski berada di puncak popularitas menemukan ketidaknyamanan.
Ia sendiri tidak mengetahui alasan yang menyebabkan perasaan itu berkecamuk dalam dirinya. Kegundahan itu membuncah dalam hatinya, terutama setelah membaca The Autobiography of Malcolm X.
Source : http://www.berkonten.com/
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon